Entah darimana ungkapan itu
lahir. Banyak orang berkata seperti itu. Banyak yang setuju dan banyak juga
yang memilih untuk tidak mempercayainya.
Aku ? Aku termasuk orang yang
(awalnya) tidak mempercayainya. Bagiku, mencintai orang yang aku cintai rasanya
sudah cukup indah. Tentu saja, yang paling sempurna adalah saling mencintai
satu sama lain. Tapi jika harus memilih, rasanya aku rela jika harus mencintai
tanpa dicintai.
Melihat orang yang aku cintai
bahagia, aku sudah cukup bahagia. Mendengar orang yang aku cintai selalu dalam
cita, duka pun tak akan menghampiriku. Dan jika orang yang aku cintai bersedih,
mungkin aku orang pertama yang tak akan rela. Gila ? Tidak juga. Namanya saja
cinta. Tak ada yang tak gila di dalamnya, iya kan ? :’)
Tapi, sudah kubilang kan, itu
awalnya. Itu dulu. Dulu. Sebelum aku bisa benar-benar merasakan perbedaan
antara dicintai dan mencintai.
Pelakunya adalah kamu. Iya, kamu.
Lagi-lagi, kamu. Entah sudah berapa post di blog ini yang isinya tentang kamu.
Entah kamu sendiri pun menyadarinya atau tidak. Aku tak perduli, itu tak
penting, lagi :’)
Perlu kuingatkan bagaimana kau
mengenalkanku pada yang namanya cinta ? Perlu aku ceritakan detik-detik saat
dewi cinta menancapkan panahnya di hatiku saat kau mulai mendekatiku ? Rasanya
tak perlu, semua sudah tak penting lagi, kan ?
Intinya, aku mulai mengenal cinta
di dirimu saat kita mulai dekat. Iya, saat kau mulai mendekatiku. Saat aku
mulai sering menangkap basah dirimu yang sedang menatapku. Saat kau menyodorkan
ponselmu dan berkata “Masukin nomermu dong di kontakku”. Saat pesan singkatmu
mulai sering tiba dengan indahnya di ponselku. Saat kau mulai sering bertanya
tentang hariku. Saat kau mulai sering mengajakku berjalan bersama. Saat kau
mulai sering mengajakku bicara panjang lebar via telepon, walau dengan alasan
“Mau ngabisin bonus nelpon nih”. Saat kau mulai memperhatikan solatku, makanku,
hingga hal kecil lainnya. Saat namamu selalu ada di pikiranku sebelum ku terlelap
di tiap malamnya. Saat semua itu terjadi. Saat aku tak sadar ternyata dewi
cinta sudah terlalu dalam menancapkan panahnya di hatiku.
Sayangnya, dewi cinta tak adil
bagiku saat itu. Ia hanya menancapkan panahnya dalam-dalam pada hatiku saja,
tidak dengan hatimu :’)
Semuanya berjalan tidak lama. Kau
kembali mengalihkan duniamu. Pada seseorang yang mungkin sempat kau acuhkan
sementara. Aku pun kembali sibuk (atau menyibukkan diri tepatnya) dengan
hal-hal kecil hanya demi menghilangkan bayanganmu di pikiranku. Saat itu,
satu-satunya hal yang tak ingin kudengar adalah kabar tentangmu.
Waktu terus berjalan. Dewi cinta
masih tetap pada pendiriannya. Ia tak mau mencabut panahnya di hatiku. Padahal,
ia tentu saja sudah mencabut panahnya dari hatimu. Iya kan ? Hahaha atau
mungkin aku yang tak ingin melepaskan panah itu ya ? Entahlah, sudah kubilang
kan, cinta itu gila :’D
Perlahan, panah dewi cinta itu
berubah menjadi sebuah perasaan yang baru kurasakan. Aku tetap menyukaimu.
Dengan berbagai kepribadianmu yang menurutku ‘idaman’. Tanpa kusadar, aku tetap
menyukaimu, diam-diam. Iya, diam-diam.
Kau pasti tak sadar akan hal itu.
Kujamin itu. Aku juga yakin kau tak akan pernah sadar. Bahkan saat kau baca
post ini, mungkin kau belum juga menyadarinya. Tak apa. Kali ini, rasaku
untukmu hanyalah sebatas ‘mencintaimu’ dan tak mengharapakan untuk ‘dicintai’.
Bukan seperti dulu lagi.
Dan saat-saat inilah saat dimana
aku tidak mempercayai ungkapan di awal tadi. Bagiku, mencintaimu, dalam diam,
tanpa mengharap dicintai, itu sudah cukup indah.
Tapi, aku salah. Hari ini. Ya
tepat hari ini, aku baru sadar ternyata mencintai tak lebih dari sekedar
menjatuhkan harga diri...
Aku pernah merasakan berada di
dua posisi tersebut. Dicintai seseorang. Dan mencintai seseorang. Dan setelah sekian
lama, aku baru sadar, ternyata dicintai memang jauh lebih baik daripada sekedar
mencintai.
Dengarkan aku, ini bedanya :
Saat kau sedang dalam suasana
hati tidak baik, seseorang yang mencintaimu akan mendekatimu dan bertanya apa
yang terjadi. Bertanya dengan tenang dan tatapan yang dalam. Tapi dia yang kau
cintai, dia sadar akan hal itu pun sudah sangat baik :’)
Saat kau tak tampil dengan
sempurna di depan khalayak, seseorang yang mencintaimu akan tetap memandangmu
sambil tersenyum, dan berkata pelan padamu bahwa semua akan baik-baik saja.
Tapi dia yang kau cintai, mungkin akan memalingkan wajahnya darimu, dan lebih
jauh lagi bisa saja dia termasuk salah satu orang yang akan mengkritik atau
menertawaimu :’)
Saat kau bersama dengan orang
yang mencintaimu, kau pasti tak akan sungkan untuk bersikap, karena seperti
apapun sikapmu, dia pasti akan tetap tersenyum padamu dan menerimamu
sebagaimana dirimu. Tapi dia yang kau cintai, akan membuatmu salah tingkah,
berpura-pura, bertingkah layaknya bukan dirimu yang sebenarnya, karena dia
pasti akan menuntutmu ini dan itu, dan tanpa kau sadari kau akan menjadi orang
lain di sampingnya :’)
Saat kau bersama dengan orang
yang mencintaimu, kau akan merasakan suatu rasa yang berharga mahal.
Kenyamanan. Ini imbas karena kau tak perlu menjadi orang lain dihadapannya.
Tapi pada dia yang kau cintai, mungkin kau hanya akan berakting layaknya
pendongeng di atas panggung. Memainkan mimik-mimik sandiwara seolah kau nyaman,
padahal tidak. Sama sekali :’)
Daaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan
masih banyak lagi yang mungkin tak akan sanggup aku tuliskan disini :’)
Semua yang aku tulis di atas
adalah pengalaman nyata yang selama ini aku rasakan. Namun aku pendam, dan aku
sanggah begitu saja, karena aku begitu mencintaimu :’)
Tapi tidak dengan hari ini. 29
Oktober 2012. Rasanya semuanya sudah cukup bagiku. Pudar. Atau bahkan, hilang.
Sampai disini.
Dengan senyum palsumu, kau
isyaratkan padaku bahwa sesungguhnya kau benci berada di sampingku. Bahwa
sebenarnya kau tak ingin bersinggungan denganku lagi. Kau kira aku tak paham ?
Maaf, tapi aku tidak sebodoh yang kau pikir :’)
Sekarang kau tak perlu lagi
bersembunyi di balik senyummu itu. Tak perlu lagi berpura-pura nyaman karena
sesungguhnya aku pun tak pernah merasa nyaman (lagi) berada di dekatmu. Tak
perlu kau khawatir lagi, karena aku sudah sadar. Aku sudah paham. Aku sudah tau
dengan jelas, dan tak perlu kau perjelas lagi :’)
Akhirnya aku hanya bisa berterima
kasih. Padamu, untuk masa indah yang (sempat) kau berikan untukku. Untuk membuatku
tersadar betul akan bedanya mencintai dan dicintai. Dan akhirnya aku memilih
untuk berhenti mencintaimu :’)
Juga terima kasih untuk orang(s)
yang sudah menghabiskan sedikit waktunya untukku. Yang sudah menyisakan sedikit
pojok hatinya untuk mencintaiku. Dan yang sudah setia di sampingku, walau ku
tak pernah meng-iya-kan harapannya. Namun kau tetap disini, hingga kini. Itu
juara :’)
Dan, aku akan belajar menerapkan
ungkapan di awal tadi, dalam hidupku. Kau benar, semua orang benar, dicintai
memang lebih baik daripada mencintai...
Setidaknya, sampai tiba waktu
dimana kita (aku dan dia yang mencintaiku) akan saling mencintai, satu sama
lain... Suatu hari nanti. Mungkin :’)
22:53
29 Oktober 2012
Aku berhenti untukmu. Sampai
disini.
No comments:
Post a Comment