Sunday, May 18, 2014

Ada yang salah dari passion hidup?

Emangnya anak teknik gak boleh bikin film? Emangnya anak teknik gak boleh nyiptain lagu? Emangnya anak teknik gak boleh nulis novel? Emangnya anak teknik gak boleh jadi artis? Dan emangnya-emangnya lainnya...

Gue anak teknik. Jangan dibaca seperti gue-jago-teknik. Tapi ini lebih ke gue-kuliah-di-jurusan-teknik. Hehehe. Kata orang mereka yang di teknik pasti cinta fisika dengan segala teori statistika maupun dinamika nya. Kata orang mereka yang di teknik pasti hidupnya serius, monoton, karena bergaulnya sama rumus-rumus doang. Sebagian orang mikir, kalo kami yang nyemplung di dunia teknik, pasti gak bisa nyampur sama bidang lain yang lebih santai. Yakin gitu, bro? Sok tau lu, bro.

Mari kita aminkan saja, bagian dimana mereka bilang anak teknik itu cinta fisika (setidaknya ini keren, kan? wkwk). Dan mari kita doakan mereka yang bilang hidup kita monoton dan gak bisa ahli di bidang yang lebih santai, idungnya mampet sebelah. Amin.

Dari semua pertanyaan yang gue lontarkan di awal, semua itu berhubungan sama bidang seni. Seni sering menjadi salah satu alternatif, kalo kita lagi mumet sama rumus-rumus dan angka-angka. Seni jadi tempat kita ngadu, kalo kita butuh hiburan. Sebagian orang, memilih memetikkan gitarnya, melantunkan nada-nada, menciptakan kata-kata, hingga tercipta sebuah karya musik. Sebagian dari mereka, memilih bergaul bersama teman-teman artis yang obrolannya (mungkin) lebih renyah dan menarik di telinga. Sebagian juga memilih menghabiskan waktunya untuk mengatur ini dan itu dalam pengeditan sebuah film, mengatur setiap detail dari frame ke frame, hingga mencapai hasil yang diinginkan. Sebagian lagi larut dalam tuts-tuts keyboard laptopnya, untuk sekedar menuangkan isi hati menjadi puisi, monolog, hingga novel utuh. Ada yang salah dari mereka?

Mereka hanya menjalankan apa yang disebut passion. Passion dalam hidup tidak selamanya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Sebagian orang, malah menjalankan rutinitas yang bertolak belakang dari passionnya. IMHO, itu seharusnya gak jadi penghalang untuk siapaun terus memenuhi hasratnya dalam passion yang dia minati. Sejauh tidak meninggalkan tanggung jawab, dan melupakan kewajiban, ya.

Ngomong-ngomong soal passion, di kehidupan gue sendiri banyak orang yang menjalankan rutinitasnya tidak sesuai dengan passionnya. Mereka jadi setengah-setenagh ngejalaninnya. Sayang banget. Gue sendiri, lebih setuju kalo yang namanya passion itu harus tetap dikejar, walau lu tidak sedang berada satu koridor yang sama dengan apa yang jadi rutinitas lu. Ya, jalanin aja keduanya. Selagi ada kesempatan mengembangkan passion lu, lakuin. Daripada lu selalu gagal di bidang yang lu jalanin sehari-hari karena keterbatasan minat lu di bidnag itu, mending lakuin hal-hal yang berkaitan sama passion lu, ciptakan sesuatu, yang bisa jadi karya, dan akhirnya lu pun bisa menghasilkan, iya kan?

Apa? Passion gue?
Hmm.
Teater.
Gue cinta dunia ini. Dulu gue pernah berikrar, teater udah jadi half of my life. Gue kenal dunia ini sejak gue masuk SMP. Ikut ekskul teater, dan termasuk angkatan awal ekskul ini. Sebagai perintis, banyak banget gak enaknya. Sering vakum. Sering mandeg di tengah jalan. Karena seleksi alam juga, anggota teater di SMP gue yang tadi nya puluhan menyusut jadi.........sepuluh. Ya, masih puluhan sih, haha. Dan gue salah satu di antaranya. Kenapa bertahan? Gak ngerti gue juga. Yang gue tau, gue udah terlanjur jatuh cinta sama dunia ini. Latihan vokal, latihan fisik, reading naskah, pendalaman karakter, imajinasi, intonasi dialog, ekspresi, mimik wajah, keseimbangan. Semua-muanya. Gue cinta teater. Yang paling gue inget dari teater adalah, gimana caranya suara lu dari atas panggung bisa kedengeran sama penonton yang duduk paling belakang. Karena setau gue, teknik vokal di teater (teater murni) itu gak kenal sama microphone. Dan gue bangga bisa melakukan itu (dulu). Ini mungkin jadi sebab, kenapa sekarang suara gue jadi keras dan lantang kalo ngomong sehari-hari, hehehe. Dan gue benci kalo ada kelompok yang ngaku dirinya kelompok teater, tapi kerjaannya cuma mainin kabaret, dubbing mulu mah bukan teater namanya hahaha. Masuk SMA, passion itu tidak berkurang sama sekali. Beruntungnya, ekskul teater di SMA gue ini salah satu ekskul teater terbaik di kota Cirebon. Namanya udah tersohor. Walau ya, pas gue masuk situ, jaman emas mereka sudah lewat. Gue semakin mengerti dan tau seluk beluk teater. Gue juga tau, teater itu gak sembarangan. Susah, bro. Mamah sama Bapak juga udah hapal betul anaknya ini demen banget akting di teater. Mereka gak pernah protes, asal nilai gue gak turun, hehe. Sejauh ini, yang udah gue lakuin di bidang ini, hmm, waktu SMP, gue pernah ikut parade hari AIDS sedunia, melakukan aksi teatrikal di sepanjang jalan dari Jl. Tuparev sampai depan alun-alun Kejaksan Cirebon. Dirias ala pecandu narkoba, gue untuk pertama kalinya ditonton ratusan mata warga Cirebon yang tumpah di jalanan. Waktu SMA, wah banyak bro. Hehe. Lomba baca monolog, tentang seorang TKW yang sedang dalam pengadilan pembunuhan terhadap majikannnya. Lomba baca puisi, lumayan sering hehe. Lomba teater, dapet peran cukup menarik, sebagai seorang bapak tua dengan punuk di punggung, jenggot dan kumis, dan suara seraknya. Karakternya galak dan tak kenal ampun, waktu itu. Sejauh ini, peran jadi tokoh bapak-bapak tua itu salah satu peran ekstrim yang pernah gue lakonin, selain jadi induk seekor ikan mas (serius, bro), dan peran gila lainnya. Baca puisi dan pentas teater di alun-alun kota, beberapa kali, ditonton masayarakat luas, jadi pengalaman yang gak bakal gue lupa. Dari teater, selain gue dapat ilmu tentang dunia seni peran itu sendiri, gue juga dilatih untuk lebih berani unjuk diri di muka umum, bagaimana caranya tampil dengan baik di depan umum, berani bicara di depan orang-orang, dan ini berasa banget manfaatnya buat gue sekarang. Gue punya cita-cita yang gue cetuskan waktu SMA dulu. Gue pengen kuliah seni teater, di IKJ atau dimana lah, kuliah smapingan aja, setelah lulus kuliah majornya dan sambil kerja misalnya. Gue juga pengan gabung di salah satu kelompok teater terkemuka di ibu kota. Kuliah deket ibukota itu salah satu trik gue biar bisa ngewujudin cita-cita yang ini, hehe. Pengen banget deh bener. Dan sampai sekarang, cita-cita itu masih tetap hidup.

Hahaha panjang banget cerita tentang teater, maap ya bu pak :p

Selain teater, ada dua hal lagi yang gue suka. Nulis. Dan, matematika.
Yang pertama, ya, itu alasan kenapa gue sekarang punya blog ini. Dan blog baru di alamat sebelah, hehe. Dari SD, gue udah dibiasakan untuk membaca sama Mamah. Majalah anak Bobo, komik Doraemon, komik Conan, Kobo Chan, Ninja Hatori, jumlahnya yang puluhan itu masih gue simpen rapih di kamar. Mamah juga mengenalkan gue untuk menulis melalui berkirim surat. Surat untuk idola. Sampe gue punya sahabat pena lintas kota waktu itu (namanya Kak Ira, halo Kak, apa kabar? :D). Masuk SMP, gue mulai terbiasa dengan cerpen, puisi dan novel. Anehnya, daripada sekedar membaca, gue lebih senang menciptakannya. Hehehe. Pas SMA, semakin cinta sama puisi. Lomba baca puisi bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sampe bahasa Sunda. File-file kertas yang gue pake buat bikin puisi juga masih rapih di arsip gue.
Nah, kalo matematika. Gue jatuh cinta sama hal ini, sejak SMA. Dari kelas 1 SMA. Makin cinta pas masuk kelas 2. Makin makin cinta pas masuk kelas 3. Kenapa? Karena matematika ngajarin gue banyak hal. Mencintai matematika juga bikin gue akhirnya percaya, bahwa jika kita bisa mencintai suatu hal, semua yang berkaitan tentang hal itu pasti akan terasa mudah dan menyenangkan. Matematika juga mengajarkan gue, bahwa gak ada persamaan yang gak punya penyelesaian. There's no problems without solutions. Untuk hal ini, gue harus berterima kasih pada guru-guru matematika gue di SMA. Dengan kepercayaan mereka pada gue, terjun langsung di olimpiade atau lomba-lomba matematika itu pengalaman yang amat berharga. Alhamdulillah, sekarang matematika juga yang menghantarkan gue untuk bertahan hidup disini, hehe. Dari matematika, gue bisa makan dan jajan ini itu. Karena matematika juga, gue memberikan loyalitas untuk suatu lembaga bimbingan belajar, untuk bisa nyebarin virus cinta matematika ke adik-adik disana. Hehehe.

Sekarang, gue dan teman-teman seprimata gue, kaya orang-orang cinta seni tersesat di dunia teknik yang akhirnya berkumpul jadi satu gitu. Kerjaan kita kalo emang lagi ada kesempatan ikut lomba film, kita pasti bikin film. Kalo dapet tugas kampus suruh bikin film, bikin film yang paling niat. Tapi kita gak keberatan, passion kita emang di seni sih, jadi ya hayo hayo aja.

Walupun hasilnya mungkin gak sebagus yang memang terjun langsung di dunia itu, seenggaknya, gue dan prims membuktikan, bahwa gak ada yang bisa ngebatesin minat kita. Alhamdulillah, sudah memetik hasilnya juga :D

Satu lagi proses kita jalanin. Semoga di lomba kali ini, kita juga dipercaya buat nerima hadiah. Buat ngebuktiin, kalo jadi anak teknik bukan halangan untuk ngembangin passion kita. Buat ngajak temen-temen yang lain, untuk tidak takut berkembang, sekalipun berada di koridor berbeda. Untuk mencapai sesuatu, terkadang kita emang perlu nerobos rambu-rambu. Selama tau arah dan tujuannya.

Mudah-mudahan gue gak salah ngomong hehehe :p

Selamat berkarya, pengejar passion!

No comments:

Post a Comment